Tahun pelajaran 2011-2012 ini ada satu sekolah di kabupaten Nganjuk yang seluruh siswanya kelas VI memperoleh danem 29 ke atas. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang paling difavoritkan oleh masyarakat daerah ini.
Sekolah manapun pasti bangga dengan sukses besar semacam itu. Seharusnya sekolah merayakan kesuksesan pembelajaran yang begitu besar dengan penuh kebanggaan, tetapi anehnya, sekolah itu justeru tidak merayakannya sebesar tahun-tahun sebelumnya. Perayaan akhir tahun sekolah itu bahkan jauh lebih sederhana dibanding kebanyakan sekolah yang paling tidak diperhitungkan di daerah ini.
Manusia normal biasanya bangga dan suka merayakan kesuksesan, tapi siapapun mafhum mengapa sekolah itu lebih tertutup dibanding sebelumnya. Para petani yang sedang panen raya, atau guru yang mendapat rapelan tunjangan sertifikasi, biasa mengadakan tasyakuran besar-besaran. Mereka memperoleh hasil besar melalui proses wajar, yaitu melalui serangkaian kerja keras, perjuangan dan penantian yang panjang.
Sebaliknya, tidak pernah ada "koruptor" yang mengadakan tasyakuran betapapun besarnya “sukses” yang mereka raih. Kebanyakan bahkan bersusah payah menyembunyikan hasil kejahatannya melalui berbagai cara seperti pencucian uang (money loundring) atau menyimpannya rapat-rapat dalam peti rahasia.
Kurang lebih begitu juga rupanya yang terjadi dengan saudara kita itu. Mereka enggan memamerkan "sukses besar" mereka karena bukan rahasia lagi bahwa hasil itu tak lepas dari tradisi kecurangan sekolah itu dalam UASBN.
Tak seorangpun pernah mempersoalkan hal-hal semacam ini. Mempersoalkan perilaku semacam itu bahkan sama halnya dengan mencari masalah. Kitapun hanya bisa berdoa, semoga mereka segera sadar dan melakukan perubahan yang layak dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.
Penerimaan calon peserta didik baru di jenjang SLTP yang didasarkan atas nilai UASBN menjadikan siswa sekolah itu punya kans paling besar untuk diterima di SLTP negeri paling favorit di daerah ini. Sekalipun seluruh siswanya secara otomatis diterima di SLTP negeri favorit, tetapi tahun ini pihak SLTP secara diam-diam masih melakukan tes lagi pada lulusan sekolah tersukses itu.
Rupanya SLTP itu belajar banyak dari pengalaman tahun sebelumnya. Ada lulusan “sekolah tersukses” itu kedapatan belum bisa baca-tulis, padahal berdasarkan nilai UASBN mereka sudah diterima di SLTP negeri paling favorit tersebut.
Meski demikian, kita pantas bersyukur, sebab sebagaimana umumnya para koruptor uang negara, koruptor dalam hal prestasi hasil belajarpun ternyata masih manusia normal. Mereka masih mempunyai nurani, rasa malu, dan tahu diri untuk tidak merayakan kesuksesan yang diperoleh dengan cara tidak wajar.
Semoga saja, peristiwa unik itu menjadi momentum untuk berbenah, sehingga sekolah percontohan itu benar-benar pantas dicontoh oleh sekolah-sekolah lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yayasands@gmail.com